SMA – Masa di mana aku masih mengenakan seragam putih abu-abu yang bau matahari. Masa yang tak pernah bisa dengan mudah aku lupa, tempatku bersua dengan para sahabat yang sekarang sudah menjalani hidupnya sendiri-sendiri.Masa di manaaku mulai mengenal cinta, yang kujalani dengan malu-malu namun tak kurang tulusnya. Dan satu hal yang selalu lekat di dalam lingkar kepala,gedung sekolah – tempat segala sudutnya menyimpan ragamcerita.Ah, andai saja aku bisa sekali lagi mencecap masa itu.Hati ini sudah benar-benar rindu.
Masihkah kamu berdiri gagah, menyambut hujan dan terik matahari dengan tak peduli? Atau justru cat biru tuamu luntur terkelupas, perlahan-lahan, namun pasti?
Dan masih adakah corat-coret hasil karyamurid jahil yang ada di belakang badanmu? Maklumi saja tingkah mereka, itu hanya untuk sementara. Mereka hanya inginsedikit melekatkan identitas, sekedar meninggalkan tanda sederhana untuk bahan tawa saat tua.
Sudah berapa usiamu hingga hari ini? Apakah luka yang ditimbulkan gempa beberapa tahun silam masih ada? Luka yang menyebabkan beberapa bagian tubuhmu mengalami cacat permanen di kanan dan kiri sertamembutuhkan sedikit renovasi. Ah, tapi toh gempa itu bukan hal besarbuatmu. Pun kamu masih mampu dan dengan setia menaungi manusia hingga detik ini.
Aku ingat ketika pertama kali memandangimu dari jauh, ketika itu aku masih berseragam putih biru. Tak pernah terlintas di lingkar kepalaku bahwa aku akan melanjutkan pendidikan di tempatmu. Namun apa daya,nilai ijazah SMPyang tak mencukupimengandaskan mimpi untuk menimba ilmudi tempat yang kuingini.
Ah, sudahlah pikirku kala itu, demi meraih sehelai kertas berlabel ijazah SMA, memang inilah jalan yang harus kutempuh. Toh nanti aku akan bertemu manusia-manusia baru yang menggenapkan cerita seru tentang masa mudaku.
Dan, benar saja, di tempatmulah aku menemukan ragam sahabat dan cerita yang tak pernah terlupa dan pasti akan kututurkan ke anak-cucu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar